Setelah sekian tahun kau hidup
Betapa indahnya masa-masa naungan Ayah-Bundamu
Kau diasuh dengan asuhan yang terbaik dari keduanya
Kau dididik, dicukupkan semua kebutuhanmu, dan diajari berbagai macam kata
Dan di antara keduanya kau merasakan kehangatan cinta
Bundamu mendekapmu, ia menitikkan air mata saat kau dilahirkan
Bundamu begitu bahagia, saat menatap wajahmu pertama kali di pangkuannya, senyumnya begitu tulus
Kemudian Bundamu mendekapmu, ia menitikkan air mata saat tubuhmu panas, badanmu lemah, ia khawatir saat engkau sakit
Bundamu menangis tersedu melihat sakitmu yang semakin parah, ia menjagamu dengan sepenuh jiwanya berapapun waktu dan biaya tak dipedulikannya
Ingatlah tangisan Bundamu saat itu, rasakanlah kepedihan hati Bundamu saat itu
Kini, setelah kau dewasa
Bundamu pun merasakan perih, melihat buah hatinya membentaknya
Hati Bundamu terluka, melihat buah hati yang dilindunginya durhaka
Mengapa hanya karena masalah sepele kau membentak Bundamu..???
Mengapa hanya karena keinginanmu yang tak terpenuhi kau mendiamkan Bundamu..???
Mengapa saat Bundamu lemah kau tinggalkan ia demi kepentinganmu..???
Mengapa kau bentak Bundamu saat ia bertutur halus kepadamu..???
Tak ingatkah kau akan belaian cintanya saat kau terlelap tidur ketika kau masih belia..???
Tak ingatkah kau akan tutur halusnya saat kau berulah dengan kenakalanmu..???
Tak ingatkah kau akan setiap bulir keringatnya saat ia menggendongmu kemanapun ia pergi..???
Sungguh, bila kau tidak dicintai Bundamu, kau tidak akan menjadi manusia saat ini!
Mungkin kau sudah menjadi janin-janin yang mati diaborsi!
Mungkin kau tidak akan ada di sini saat ini!
Lalu mengapa kau tak mau tunduk bersimpuh di hadapan Bundamu..???
Apakah benar kau mencintai Bundamu..???
Renungkanlah pada satu hari nanti, di hari itu, kau pulang dari peraduan nasibmu
Sampai di halaman rumah, kau jumpai kerumunan tetangga berwajah sendu berkumpul di ruang tamumu
Kau masuk ke dalam penuh dengan tanda tanya ada apa ini?
Di ruangan itu, kau melihat sebuah dipan dibentangkan, di atasnya terbujur sesosok tubuh manusia, ia terbungkus kain putih bersih di sekujur tubuhnya, tertutup rapat
Kau melangkahkan kakimu dengan gemetar, mendekat dan terus mendekat
Tak ada yang berkata-kata semua hening tanpa suara
Kau arahkan pandanganmu kewajah sosok mayat itu, sambil kedua tanganmu menyingkap ikatan kain kafan di wajahnya, ketika kafan terbuka, ketika wajah keriput itu terlihat, kini kau tahu..???
Itulah wajah yang tersenyum tulus, saat kau lahir dengan tangisanmu
Itulah wajah yang cemberut, saat kau berulah dengan kenakalanmu
Itulah wajah yang mencium dahimu, saat pertama kau beranjak sekolah
Itulah wajah yang tertawa gembira, saat melihatmu melangkahkan kaki-kaki kecilmu
Itulah wajah yang pernah menangis karena bentakanmu
Itulah wajah yang basah dengan air mata untuk mendoakan kebaikan buat kamu
Itulah wajah yang tak kau pedulikan saat sakit dideritanya
Ya, ITULAH WAJAH BUNDAMU...
Kini dia tak bisa lagi memelukmu, tangannya pun kaku
Kini dia tak bisa lagi menggendongmu, kaki-kaki tuanya pun kaku
Kini dia tak bisa lagi menciummu
Kini dia tak bisa lagi menghardikmu
Kini dia tak bisa lagi mengomelimu
Kini dia tak bisa lagi cerewet padamu
Puaskah engkau kini..???!!!
Tak ada lagi tangan seorang Bunda untuk kau cium
Tak bisa lagi kau mencium telapak kakinya
Tak ada lagi untaian doa mustajab yang bisa kau pinta
Tak ada lagi senyum gembira saat kau pulang ke rumah itu
Kini kau campakkan jasad Bundamu di liang itu sendiri
Kini kau timbun jasad rahim yang pernah mengandungmu
Kau tumpahkan tanah demi tanah menimbun jasad lelah Bundamu
Kau pendam jasad Bunda yang dulu menimang-nimangmu
Tak ada... tak ada... tak ada...
Kini mengapa kau tak mau mendo’akan Ibumu... Ibumu... Ibumu dan Ayahmu..?